Perkara paling penting dalam kehidupan manusia adalah meluruskan iman, keyakinan. Nasib kita di dunia dan di akhirat ditentukan oleh bagaimana keimanan kita.
Kalau kita punya iman yang lurus, shahih, maka di dunia ini dijamin oleh Allah, “Wa kaana haqqon ‘alainaa nashrul mu’miniin,” Kewajiban Kami (Allah) lah menolong orang-orang yang beriman. (Ar-Rum: 47). Di akhirat kita dijamin Allah, “Wa basyiril mu’miniina bi anna lahum minallahi fadhlan kabiiro,” (Al Ahzab:47). Dan berikan kabar gembira kepada orang beriman bahwa untuk mereka di sisi Tuhan mereka ada karunia yang besar. Kalau Allah berkata besar, tidak ada lagi yang bisa menandingi kebesarannya.
Kalau ada iman dalam hati, maka kehidupan di dunia ini akan menjadi baik. "Ajabaan li amril mu’min, inna amrohu kullahu lahu khoir," kata Nabi. Menakjubkan orang yang beriman, seluruh kehidupannya, seluruh keadaannya, seluruh urusannya adalah baik. Kalau mendapatkan kesusahan dia sabar, ini baik baginya. Kalau dia mendapat nikmat kegembiraan, dia bersyukur, ini juga baik baginya.
Jadi, begitu ada iman ada dalam hati, saat itu juga sudah selesai semua masalah. Bukan nanti, saat itu juga bila ada iman yang sempurna, selesai semua masalah. Kalau sakit berguguran dosa, kalau sehat bertambah pahala. Kalau hidup bertambah amal, kalau mati berhari raya dan masuk surga.
Sebaliknya bagi orang tidak beriman, semua adalah keburukan bagi dia. Kaya buruk, miskin juga buruk. Hidup buruk, mati juga lebih buruk lagi. Hidup tambah dosa, mati masuk neraka.
Tapi kalau orang beriman, baik aja semuanya. Jika dia jadi raja, maka pemerintahan akan adil, negara dirahmati, rizqi dimudahkan, rakyat berbahagia. Berkah bagi rakyatnya. Ketika dia mati masuk surga. Kalau dia jadi orang miskin hidup di bawah kolong jembatan sekalipun bukan suatu masalah. Orang yang tidak punya apa-apa, besok masuk surga tanpa hisab 500 tahun lebih dulu sebelum orang kaya.
Allah menjamin kemuliaan bagi orang beriman di dunia ini. “Walillahil ‘izzatu walirosuulihi walil mu’miniin.” (Al-Munafiqun: 8). Kemuliaan adalah bagi Allah dan Rosul-Nya serta bagi orang-orang yang beriman. Lihatlah para Nabi, para rasul, para sahabat, para wali-wali Allah di dunia ini saja mereka sudah mendapatkan macam-macam kemuliaan, belum lagi di akhirat yang selama-lamanya.
Oleh karena itu masalah iman ini perlu berulang-ulang kita bicarakan. Ini pula yang diulang-ulang beribu kali dalam Al-Qur’an. Supaya iman tertanam di dalam hati. Bahkan sejak bayi baru lahir pun hendaknya sudah diperdengarkan kalimat iman. Ketika sudah bisa bicara, maka nabi menyuruh ajarilah dia kalimat iman. Kalau sudah dewasa, perbanyak lagi perkataan perkara iman. “Aktsiru min qaulin laa ilaaha illallah.” Banyak-banyaklah mengatakan Laa ilaaha illallah.
Orang baru masuk Islam diajari kalimat Laa ilaaha illallah. Orang sudah lama masuk Islam pun perlu belajar lagi. Para nabi dan rasul pun masih diajari ini lagi. Bahkan pimpinan para nabi dan rasul pun diajari kalimat ini lagi, “Fa’lam annahu laa ilaaha illallah.” Yakinilah bahwa tidak ada yang berhak disembah, tidak ada yang berhak diagung-agungkan, tidak ada yang berhak ditakuti dengan sebenar-benarnya, dicintai dengan sebenar-benarnya, ditunduki dengan sebenar-benarnya, ilallah.
Karena iman itu tidak sama, ucapannya sama tapi kemantaban dan tingkat keyakinannya berbeda. Iman seperti uang, kalau punya banyak uang bisa membeli macam-macam, kalau sedikit ya cuma bisa buat beli kerupuk. Para sahabat adalah trilyuner, sedang iman kita ini masih recehan. Maka semua orang perlu belajar iman lagi.
“Yaa ayyuhalladziina amanu aminu ! Orang sudah beriman kok disuruh beriman, maksudnya bagaimana? Janganlah kamu puas dengan iman yang ada sekarang ini, tingkatkanlah! Syech Baharuddin An Nahsabandi mengatakan aminu, jangan terkesan dengan makhluk. Tanpa kehendak Allah, makhluk tidak bisa berbuat apa-apa.
Baginda Nabi mengatakan kepada Abdullah bin Abbas, "Wahai Ghullam, kalau ummat seluruhnya berkumpul untuk mendatangkan bahaya bagi kamu, tidak akan bisa kecuali dengan perkara yang telah ditentukan oleh Allah. Begitu juga sebaliknya. Maa syaa Allahu kaana wamaa lam yasya’ lam yakun. Apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, yang tidak dikehendaki pasti tidak terjadi."
Allah Yang Mendatangkan Rasa Takut
Banyak orang mengatakan, sekarang ini orang yang paling ditakuti adalah orang yang punya senjata paling canggih. Tetapi kalau kita berpikir yang benar, sebetulnya tidak. Yang membuat manusia takut dan tidak takut bukan senjata, tapi Allah. Presiden kemana-mana tidak bawa senjata. Di sekelilingnya banyak orang yang membawa senjata, tapi justru takut kepada satu orang yang tidak membawa senjata. Jadi hakikatnya yang mendatangkan rasa takut dan tidak takut hanya Allah.
Maka ketika Nabi Musa masuk ke negeri Mesir, beliau dalam kekhawatiran. Nabi Musa paham, bukan Fir’aun yang mendatangkan rasa takut, tapi Allah yang mendatangkan rasa takut dalam hatiku ini. Maka beliau berdoa, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Suyuthi, “Yaa Allah keluarkanlah rasa takut ini dari hatiku dan masukkanlah rasa takut ini ke dalam hati Fir’aun.” Maka setelah Nabi Musa berdoa kemudian terjadi sebaliknya, Fir’aun ketakutan dengan kedatangan Musa sampai mengumpulkan 80 ribu penyihir Mesir untuk menghadapi seorang Musa.
Jadi hakikatnya yang mendatangkan ketakutan adalah Allah, bukan suasana dan bukan keadaan. Walaupun suasanya sangat menakutkan kelihatannya, tapi kalau Allah membuat tidak takut ya tidak takut.
Begitu pula kalau kelihatannya suasana aman tenteram, tapi kalau Allah datangkan rasa takut, juga bisa jadi menakutkan. Seperti anak kecil sendirian di kamar dia bilang takut. Ketika ditanya ada apa, dia jawab tidak ada apa-apa, tapi saya takut. Wong tidak ada apa-apa kok takut. Jadi takut itu bukan karena ada apa-apa, tapi rasa takut Allah yang datangkan.
Jenderal-jenderal yang biasanya sudah tua, sementara pasukan masih gagah dan muda-muda. Tapi pasukan yang gagah-gagah ini semua takut sama jenderal yang sudah tua. Karena apa? Karena Allah yang menanamkan rasa takut. Kalau Allah cabut rasa takut, bisa saja pasukan membunuh jenderalnya. Berapa banyak raja-raja digantung sama rakyatnya. Pulunge wis entek kata orang Jawa. Awalnya ditunduki, kemudian tidak ditakuti sama sekali. Karena Allah telah ubah hati manusia dengan tidak lagi tunduk lagi.
Allah berfirman, “Qulillahumma maalikal mulki tu’thil mulka man tasyaa’u, wa tanzi’ul mulka mimman tasyaa, wa tu’izzu man tasyaa’ wa tudhillu man tasyaa’.”
Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Ali Imron: 26)
Asbab Hakiki Hanya Allah
Orang yang jadi raja bukan orang yang paling pandai, tapi karena Allah kehendaki dia jadi raja. Maka seorang ulama Ibnu Rawandi, dalam Syarah Alfiah Ibnu Malik bersya’ir, "Kam ‘aqilin ‘aqilin a’yat maa dzahibuhu, kam jahilin jahilin talqoohu marzuqa." Betapa banyak orang pandai yang sempit jalan rizqinya, dan betapa banyak orang bodoh yang diperbanyak rezekinya.
Yang punya pabrik tidak kuliah, tapi anak buahnya banyak yang sarjana bahkan sampai S3. Ini membuktikan bahwa di balik yang kita lihat ada perkara-perkara ghaib, ada qudratullah yang mengendalikan segalanya.
Yang dhohir ini kita nafikan, itu namanya iman. Jangan percaya kepada yang tampak oleh mata karena yang tampak ini dikendalikan oleh yang tidak tampak. Oleh qudratullah yang mengendalikan segalanya. Kalau manusia itu percaya pada yang tampak saja, tidak percaya kepada yang ghaib ini namanya kufur. Ya’lamuuna dhahiran minal hayatid dunya.
Makhluk adalah dari Allah. Kalau makhluk dari makhluk ini namanya kufur. Kalau makhluk dari Allah tapi juga dari makhluk ini namanya syirik. Kalau percaya yang ghaib tapi juga masih percaya kepada yang tampak ini namanya syirik.
Kullu min ‘indillah, ini namanya iman yang benar. Kalau manusia sudah paham bahwa segala sesuatu datangnya dari Allah, maka yang diharap hanya Allah, yang ditakuti hanya Allah, yang diandalkan hanya Allah. Bahkan yang dicintai hanya Allah.
Kalau makhluk saja bisa begitu menggiurkan dan membuat kita jatuh cinta, bagaimana kholiqnya? Kalau makhluk saja bisa begitu hebat, bagaimana kholiqnya? Kalau makhluk saja bisa begitu menakutkan, bagaimana kholiqnya? Laa ilaaha illallah.
Kita adalah Hamba
Kita ini adalah hamba, tidak punya apa-apa. Kita ini milik Allah. Jika kita diberi hadiah jam tangan, kita akan suka cerita kepada siapa saja. Ini jam bagus, belinya di Swiss bla bla bla. Ketika ditanya, jam ini punya siapa? Punya saya. Terus tangan ini punya siapa? Punya saya. Lha kamu punya siapa? Diam. Laa ilaaha illallah. Pikiran banyak orang hari ini, rumah milik saya, mobil milik saya, istri milik saya, harta milik saya. Kamu itu lho milik siapa?
Inilah yang menyebabkan orang jadi sulit beragama. Tidak pernah bertanya, aku ini milik siapa? Kamu dulu itu tidak ada, tahu-tahu nongol di sini. Saya ini milik-Nya Allah. Maka harus taat kepada Allah, tunduk kepada Allah, takut kepada Allah, mengingat Allah, mencintai Allah, mengagungkan Allah. Istri milik Allah, anak milik Allah, maka harus saya arahkan untuk taat dan mengikuti syari'at Allah. Harta ini milik Allah, toko milik Allah. Jangan karena toko lupa kepada Allah.
Walau laa idz dakholta jannataka qulta maa syaa’ Allah, laa quwwata illa billah. (Al-Kahfi: 39). Kalau kamu masuk ladang-ladang kalian, ucapkanlah Maa syaa Allah. Ini semua adalah kehendak Allah, tumbuhnya tanaman, datangnya angin, datangnya hujan, munculnya buah atas kehendak Allah. Tidak ada kekuatan tanpa Allah. Sehingga ladang kita ini tidak melupakan kita kepada Allah. Barang siapa masuk ladang mengucapkan kalimat iman ini, maka ladangnya akan dijaga oleh Allah.
Jika dalam setiap kesempatan senantiasa kita ucapkan kalimat iman, maka akan datang barokah-barokah dalam kehidupan kita. “Sing penting kan atine to Pak.” Hati yo penting, mulut yo penting. Hati milik Allah, mulut juga milik Allah. Hati dipenuhi dengan keyakinan, mulut pun membicarakan keyakinan itu.
Tidak ada manusia yang imannya lebih tinggi dari imannya para Nabi. Nabi Sulaiman ketika punya rencana, beliau lupa mengucapkan in syaa Allah. Maka programnya gagal total. Baginda Nabi Muhammad mengatakan, seumpama Nabi Sulaiman mengucapkan in syaa Allah, maka rencananya akan berjalan sukses. Jadi tidak cukup dengan hati saja. Ini pikiran keliru, lama-lama sholat cukup atine. Lama-lama tidak ada adzan. Diam, sing penting atine. Wayahe pengin tengkleng kok yo muni ! Bareng pengin iman, kok meneng wae.
Ketika Menghadapi Masalah, Agungkan Allah
Ketika menghadapi masalah segera agungkan Allah. Ini yang diajarkan para Nabi dan Rasul. Bicara keagungan Allah. Seperti Nabi Ibrahim membicarakan keagungan Allah, “Hasbunallah”. Nabi Musa “Inna ma’iyya Rabbi”. Tidak cukup di dalam hati saja. Bicara iman ini penting. Mendatangkan barokah. Maka dalam kesempatan apa saja, bicarakan iman. Setiap aktivitas mulai dengan Bismillah, maka semua akan diberkahi Allah.
Ini di antara cara untuk meningkatkan iman pertama kali, senantiasa bicara perkara iman. Ini perkara sangat penting. Dalam setiap kesempatan bicara iman, diulang-ulang, lagi dan lagi sampai iman tertancap kuat dalam hati. Setelah itu sibuk berhubungan kepada Allah, dengan do’a dengan sholat. Ini pelajaran yang diberikan kepada seluruh Nabi dan Rasul: setelah iman, sholat.
Innanii annallahu laa ilaaha illa anna fa’budni wa aqimish sholata lii dzikri. Jadi kalau sudah iman, bikin hubungan kepada Allah dengan sholat. Sampai terjalin hubungan yang kuat kepada Allah dengan sholat. Ada masalah apa saja sholat. Maka lama-lama kita punya jalur hubungan yang kokoh kepada Allah dengan sholat.
Walaupun kita miskin tidak punya apa-apa, kalau punya hubungan dengan yang Maha Kaya pasti kita akan mendapat kebaikan-kebaikan. Walau tidak punya kekuasaan, tapi punya hubungan baik dengan Yang Maha Kuasa, kita tidak akan mengalami kesulitan.
Hari ini manusia sibuk cari kekuasaan, ini keyakinan yang keliru. Dari sejak dunia ini belum ada, sampai besok kiamat, sampai bumi tidak ada lagi, bahkan sampai waktu yang kita tidak tahu batasnya, di bumi dan langit, di dunia akhirat, Yang Maha Kuasa itu Allah. Laa ilaaha illallah.
Walaupun hanya satu orang yang tidak punya kuasa, tapi Nabi Ibrahim yang punya hubungan baik dengan Yang Maha Kuasa, maka penguasa-penguasa bumi seperti Namrud dan lain-lain, tunduk di bawah telapak kaki Nabi Ibrahim. Maka sibukkan diri dengan menjalin hubungan baik kepada Allah.
Adanya Masalah Agar Kita Kembali kepada Allah
Kata Ibnu Atho’illah, Allah mendatangkan macam-macam masalah kepada kita ini sebenarnya untuk memberikan pelajaran kepada kita, supaya kita ini kembali kepada Allah. Allah datangkan kemiskinan, sakit, kesulitan hidup dan lain-lain, tidak lain agar kita kembali kepada Allah.
Tetapi kebanyakan manusia ini salah paham, ketika datang masalah justru lupa kepada Allah. Ra tau neng mesjid ngopo Bro? Lagi akeh masalah. Padahal Allah berjanji Intanshurullah yanshurkum, jika kalian menolong agama Allah pasti Allah akan menolongmu. Maka justru semakin banyak masalah, berjuangnya lebih sungguh-sungguh, bukan malah berhenti. Lha ngopo kowe ora ngombe obat kang? Aku isih lara, mengko nek wis sehat tak ngombe. Ini salah pikir namanya.
Justru kalau banyak masalah, yang istiqomah agar pertolongan Allah segera datang. Innalladziina qaalu Rabbunallah tsummastaqomu, tatanazzalul malaa ikah. Kalau kita istiqomah Allah datangkan macam-macam kemuliaan, malaikat-malaikat akan didatangkan.
Setelah Yakin, Menghambakan Diri Kepada Allah
Kalau kita sudah punya keyakinan yang benar kepada Allah, maka kerja kita hanya satu saja: menghambakan diri kepada Allah, siang dan malam. Bagaimana caranya? Sudah ada contohnya. Itulah yang mulia Baginda Nabi Salallahu ‘alaihi wassalaam. Bukan menurut pikiran kita sendiri, tapi ikutlah hamba yang telah diridhoi oleh, dicintai oleh Allah, dimuliakan oleh Allah. Hamba yang dijadikan sebagai contoh untuk hamba-hamba yang ingin mendapat ridha Allah. Itulah Baginda Nabi Salallahu ‘alaihi wassalaam.
Apa saja yang ikut Nabi itu namanya penghambaan kepada Allah. Kita berpakaian ikut Nabi, itu adalah penghambaan. Ada nilai ubudiyyah. Kita makan ikut cara Nabi, ini penghambaan. Walaupun kita tidur, tapi ikut cara Nabi itu juga penghambaan kepada Allah. Seluruh aktivitas yang ikut Nabi, itulah penghambaan. Ndherek yang dilakukan nabi, itulah penghambaan.
Jadi penghambaan kepada Allah, tidak harus duduk di masjid terus. Ikut Nabi itulah penghambaan. Nabi ibadah kita ikut ibadah, nabi dakwah kita ikut dakwah, Nabi mendatangi orang-orang kita ikut mendatangi orang-orang. Bagaimana siangnya Nabi, bagaimana malamnya nabi. Itu yang kita ikuti.
Yaa ayyuhal muzammil
Qumillaila illa qaliila
Nisfahuu awinqush minhu qaliila
Au zid ‘alaihi warattilil qur’aana tartiila
Wahai orang yang berselimut (Muhammad)!
Bangunlah (untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil, (yaitu) separuhnya atau kurang sedikit dari itu,
atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan.
Ini yang dicontohkan oleh Nabi.
Bagaimana siangnya Nabi? Inna laka fin-nahari sab-ḥan ṭhawiilaa. Sesungguhnya pada siang hari engkau sangat sibuk dengan urusan-urusan yang panjang.
Nabi kalau siang bergerak panjang-panjang. Dari rumah ke rumah, dari orang ke orang, dari kampung ke kampung mengajak menusia taat kepada Allah. Itulah siangnya Nabi. Begitulah, kalau kita ikut Nabi barulah kita ini menjadi ummat Nabi yang sebenarnya.
Mencari Ilmu
Agar tahu bagaimana kehidupan nabi yang sebenarnya, maka kita harus mencari ilmu. Ilmu datang kepada manusia bukan hanya dari membaca, menulis, mendengar, meneliti, mengkaji, menganalisa. Itu hanya sebagian kecil dari sumber ilmu. Bukan berarti ini tidak penting, ini juga harus dilakukan karena para sahabat juga melakukan. Mereka mendengar, membaca, berpikir. Tapi itu baru satu sumber ilmu yang harus kita kerjakan.
Ada sumber ilmu lain yang harus kita kerjakan juga, yaitu ilmu dari amal. Rasulullah SAW bersabda : “Man ‘amila bimaa ‘alima, waratshullahu ‘ilma maa lam ya’lam,” Barangsiapa mengamalkan ilmu yang ia ketahui, maka Allah akan memberikan kepadanya ilmu yang belum ia ketahui” (HR. Imam Ahmad).
Jadi amal itu juga sumber ilmu. Sehingga dengan mengamalkan ilmu yang kita tahu, Allah akan berikan pemahaman yang lebih tinggi lagi, lebih tinggi lagi.
Para sahabat kadang hanya mengetahui satu ilmu saja, kadang hanya satu atau dua hadits saja. Tapi anehnya sudah cukup menjadi pedoman hidup mereka. Allah kasih kepahaman-kepahaman yang begitu dalam. Karena apa yang mereka tahu, langsung diamalkan. Maka Allah kasih kepahaman yang lebih tinggi lagi.
Kalau kita sudah tahu tapi tidak mau mengamalkan, maka pemahaman jadi merosot, merosot sampai kita tidak paham. Seperti orang yahudi dan Nashrani. Mereka punya kitab Taurat, punya Injil tapi tidak diamalkan. Akhirnya mereka sama sekali tidak paham dengan kitabnya itu. Karena tidak paham sehingga pikir-pikir, baiknya dirubah aja kitabnya ini biar paham. Akhirnya kitabnya jadi rusak semuanya. Ketika mereka tidak mengamalkan, akhirnya mereka tidak paham, bahkan ilmunya itu dirusak.
Diantara cara untuk mendapatkan kepahaman agama, kepahaman ilmu itu adalah dengan juhud. Man jahida fiddunya ‘alamahum-mullahu min ghairi ta’alum. Disebutkan dalam At Targhib At Targhib lil mundzirin. Barang siapa juhud di dunia, hatinya tidak tertarik dengan kebendaan-kebendaan di dunia ini, Allah akan memberinya ilmu tanpa belajar. Ilmu laduni istilah orang dulu. Sehingga dia bisa paham betul apa yang dirihoi Allah dan apa yang tidak diridhoi Allah.
Bicarakan Akhirat, Maka Dunia Jadi Kecil
Bagaimana agar kita bisa juhud di dunia? Kuncinya bicara akhirat. Kalau orang senantiasa mendengar berita akhirat yang selama-lamanya, keadaan surga, istana-istana dari emas, berkumpul dengan para nabi, para wali di sana; maka mereka akan melihat dunia ini kecil, tidak ada apa-apanya, tidak tertarik lagi.
Mengapa kita tertarik dengan dunia ini? Karena tidak membandingkan dunia dengan akhirat. Kalau kita pandang dunia pandang akhirat, maka dunia ini tidak akan ada nilainya apa-apa. Hanya beberapa menit saja kita di dunia ini dibanding akhirat.
Ilmu didapatkan dengan ikhlas. Man ahlasha lillahi arba’iina shobahan, anbatallahi min qalbihi hikmah, takhruju ila lisaanihi. Barang siapa melakukan sesuatu dengan ikhlas karena Allah selama 40 hari, hidupnya karena Allah saja, maka Allah akan memberikan hikmah dalam hatinya. Hikmah itu ilmu, yang ilmu itu akan keluar ke lisannya.
Maka kita dihasung untuk keluar di jalan Allah selama 40 hari untuk mendapatkan sifat ini. Hidup 24 jam selama 40 hari, ikhlas karena Allah. Maka Allah akan kasih ilmu hikmah. Kalau kita sudah punya ilmu hikmah ini, menghadapi masalah apapun tidak khawatir, tidak bingung. Seperti para Nabi dulu menghadapi masalah dari segala macam arah, tapi beres semua pada akhirnya. Di antara ilmu hikmah mereka adalah mereka tahu bahwa masalah ini dari Allah. Maka yang mereka hubungi pertama kali adalah Allah.
Nabi Yunus AS ketika menghadapi masalah dilempar ke laut, dimakan ikan. Apa yang dia lakukan adalah tawajjuh kepada Allah. Laa ilaaha anta subhanaka inni kuntu minadhdholimiin (Al-Anbiya’ 87-88). Tawajjuh kepada Allah, memuji-muji Allah dan mengakui salahnya. Selesai masalah! "Fastajabna lahuu wanajjainahu minal ghami, wakadzaalika nunjil mu’miniin." Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.
Jadi kalau orang itu sudah bersikap seperti Nabi Yunus, maka Allah akan selesaikan masalahnya. Tawajjuh kepada Allah, memuji-muji Allah dan menyalahkan diri sendiri.
Begitu pula dalam dakwah ini. Pertama kita harus paham bahwa hati manusia semua di tangan Allah. Manusia mau menerima atau tidak, hakikatnya Allah yang menentukan. Sehingga sebelum kita dakwah nangis dulu waktu malam, Yaa Allah, turunkan hidayah Yaa Allah. Kami tidak mampu memberikan hidayah, hanya Engkau yang bisa memberi hidayah Yaa Allah. Ini hikmah pertama.
Kita punya banyak strategi dakwah, rencana dan program-program yang sundul langit. Tapi lupa asbab yang tertinggi, bahwasannya hidayah di Tangan Allah. Ada sebuah keluarga di Amerika, suami sudah masuk islam. Istri sudah didatangi dan dibujuk banyak orang tapi tidak mau juga. Suami sampai putus asa dan menceritakan bahwa istrinya sangat keras kepala, hatinya lebih keras dari batu.
Akhirnya seorang da’i mendatangi rumah keluarga itu. Pertama tidak membicarakan agama, tetapi dia memuji kebaikan istri yang setia untuk suami dan lain-lain. Kemudian ia meminta wanita itu membuatkan kopi untuknya. Setelah minum kopi, da’i ini bertanya kepada wanita itu itu, “Apakah belum waktunya ibu masuk islam?” Oh iya, saya masuk islam sekarang.
Maka suaminya heran. Banyak orang mendakwahi tidak mempan, tapi dengan kalimat sedikit saja yang anda sampaikan, istri saya langsung mau masuk islam. "Seluruh kata-kata saya tidak akan bisa menjadi asbab hidayah kalau Allah tidak berkehendak," katanya.
Sebelum ke sini saya berpikir bagaimana agar Allah mau memberi hidayah kepada wanita ini. Akhirnya terpikir jalan, saya minta istri Anda untuk membuatkan kopi. Bukan maksud saya meminta kopi, di rumah saya juga punya kopi. Tapi saya ingin agar wanita ini mau berkhidmat kepada orang Islam, yang bisa membuat Allah suka kepadanya, sehingga Allah berkenan memberikan hidayah.
Jadi agar orang mudah dapat hidayah, diajak orang berkorban untuk agama. Inilah hikmah. Hikmah timbul dari keyakinan. Bahwa yang memberi hidayah itu Allah. Hari ini kita tidak punya hikmah, jadi sering tidak bisa menerima keadaan.
Kalau anak kita nakal dan sulit dinasehati, malah ditempeleng. Ini karena kita belum paham ilmu hikmah. Maka seharusnya kita pahami bahwa hidayah di Tangan Allah, kita minta pada Allah. Nangis di waktu malam sepanjang-panjangnya. Para masyeikh menyarankan agar setiap malam menangis meminta hidayah untuk diri kita dan ummat, paling tidak selama 4 jam. Baru kita dapat pengalaman-pengalaman bagaimana hidayah datang. Ini hikmah yang tertinggi.
Maulana Yusuf RA pernah ditanya, “Syech, dakwah kita ini nggremet seperti semut, sementara kemaksiatan secepat pesawat tempur. Apakah mungkin kerja dakwah bisa berhasil?”
Jawab Maulana Yusuf, “Dakwah bukan mau balapan, tapi bagaimana kerja kita ini diterima Allah. Kalau sudah diterima Allah, maka Allah akan berkenan menolong. Kalau Allah tolong semua langsung selesai, kemaksiatan yang seperti pesawat itu akan dihentikan sendiri oleh Allah.”
Seperti yang terjadi pada zaman Nabi Musa dan Nabi Ibrahim. Secara dhahir, kekuatan Nabi Musa tidak bisa menandingi kekuatan materi Fir’aun. Tapi kerja Nabi Musa telah diterima oleh Allah, akhirnya Fir’aun hancur. Allah yang menghancurkan Fir’aun bukan Nabi Musa. Ini hikmah namanya. Sebesar-besar sumber hikmah adalah keyakinan yang benar. Sehingga apapun yang terjadi, Allah yang kita hubungi pertama kali. Karena hajat kita ini yang bisa menyelesaikan hanya Allah saja.
Waktu kita punya masalah, sudah hubungi sana-hubungi sini. Tetapi yang Maha Rahman Maha Rahim, Maha Dekat tidak dihubungi. Bagaimana masalah akan bisa selesai? Bagaimana kita akan jadi orang sukses?
Idza syakauta ilabni aadama fa innama tasykurrahiima illalladzii la yarhamuun. Kalau kamu mengeluh kepada Bani Adam, sama saja dengan melaporkan Allah yang Maha Rahman kepada manusia yang tidak punya sayang kepada kamu. Maka kamu akan menjadi tambah bingung.
Ada anak punya ayah kaya, dermawan, sayang sama anaknya. Tetapi ketika punya masalah perlu uang, dia tidak minta sama ayahnya. Dia minta kepada tetangga-tetangganya yang miskin. Maka anak itu dipanggil ayahnya, “Kamu ini bikin malu orang tua. Kamu ini kan anak orang kaya, bisa mencukupi kebutuhanmu kapan saja. Kamu malah ngemis-ngemis pada orang miskin. Bagaimana orang-orang itu akan melihatku, dikira aku tidak bisa membantu kamu.”
Inilah kondisi ummat islam hari ini. Tidak menjalin hubungan baik kepada Allah, malah silau dengan kekuatan-kekuatan orang kafir. Maka oleh Allah dihukum dan dihinakan di mana-mana. Orang kafir punya kekuasaan, ikut cari kekuasaan. Orang kafir punya harta, sibuk berjuang cari harta.
Kalimat bathil itu mati. Seperti mayat, hanya bisa bergerak kalau ada empat kaki, yaitu 4M. Maal, mulk, mansyah, mar’ah. Sedang kalimat yang haqq itu hidup, hanya butuh dua kaki untuk bergerak: dakwah dan doa. Adalah salah besar jika ummat islam mengira tegaknya agama adalah dengan kekuasaan, dengan harta, teknologi atau kebendaan2 lainnya.
Para sahabat dahulu ta’aluk hanya kepada Allah, meskipun tanpa harta, tanpa kuasa, seluruh dunia tunduk di bawah telapak kaki ummat islam. Tidak perlu banyak ummat islam, tapi kalau punya hubungan baik dengan Allah, maka seluruh persoalan akan beres. Jadi perjuangan ummat islam harus dikembalikan kepada azasnya. Kesuksesan ummat islam bukan dengan harta, kuasa, teknologi dll tapi dengan hubungan baik kepada Allah. Laa ilaaha illallah.
Termasuk dalam perjuangan dakwah ini, azasnya bukan uang. Saya bisa berangkat kalau punya uang. Ini belum berangkat sudah rusak imannya. Maulana Umar Rahimahullah, setiap malam menangis berdoa, Yaa Allah aku ini hambaMu yang bodoh, banyak dosa, sakit2an, pincang, tetapi bila Engkau menggunakan aku untuk agamamu Yaa Allah, tidak ada seorangpun yang bisa menghalang2i Engkau. Maka meski beliau dalam keadaan apapun, menyebarkan agama di ujung2 dunia. Jadi hubungan kepada Allah ini yang pokok.
Agama ini hadirin yang mulia, bukan untuk menyusahkan kita. Perjuangan itu bukan untuk menyulitkan kita. Justru untuk mendatangkan pertolongan Allah kepada kita. Sholat itu bukan membebani kita, tapi untuk memudahkan kita. Menuntut ilmu bukan untuk menyusahkan kita. Innallaha takaffala lith-thalibil ilmi rizqohu. Allah akan menjamin rejeki bagi para penuntut ilmu.
Seluruh amal agama kalau kita kerjakan dengan ikhlas, semata2 karena Allah, akan mendatangkan barokah, kebaikan2, kemudahan2 di dunia ini sebelum akhirat. Syaratnya ikhlas dan tertib.
Tetapi sebelum datang kemudahan2 itu Allah menguji dulu. Tapi tidak lama. Walannabluwannakum bi syai’in minal khoufi wal juu’i wa naqshim-minal amwaali wal anfusi wa tsamarot. Wabasy-syirish-shoobiriin. (Al-Baqarah 155). Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
Maka jika ada ujian, teruslah istiqomah dalam amal agama. Dan bersabarlah. Bahkan para sahabat Nabi pun bertanya, maa ta nashrullah? Kapan datangnya pertolongan Allah? Para nabi pun sampai berpikir sudah tidak ada lagi yang mau percaya, maka mereka berdoa kepada Allah. Kalau sudah sampai pada titik puncak, di mana seolah sudah tidak ada jalan keluar, maka datanglah pertolongan Allah.
Idż tastaghītṡụuna rabbakum fastajābalakum annī mumiddukum bi`alfin minal-malā`ikati murdifīn (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut". (Al-Anfal: 9).
Pada perang Badar, tanpa persiapan apapun mereka dihadang oleh seribu orang kafir. Mereka istighosah, menangis kepada Allah Yaa Hayyu Yaa Hayyum. Akhirnya dikirim seribu malaikat.
Pada waktu perang khandaq, 10 ribu orang kafir mengepung Madinah. Sampai Nabi dan para sahabat dalam keadaan kelaparan, kedinginan. Sudah kepepet, mau kencing saja tidak merasa aman. Seluruh Jazirah Arab kumpul untuk menghancurkan Madinah. Saat itulah Allah turunkan pertolongan berupa angin yang memporak-porandakan kemah2 pasukan gabungan yahudi dan nashrani dan menghancurkan periuk2 mereka. Tahu2 pasukan kafir sudah pulang semua. Wahammu bimaa lam yanalu.
Begitulah kalau hubungan ummat Islam sudah baik kepada Allah, maka masalah2 besar tahu2 selesai dengan pertolongan Allah yang tidak diduga2. Para ulama mengatakan jika kamu hendak menyelesaikan masalah dengan taat kepada Allah, maka awalnya kamu akan mendapat kesulitan, tapi tiba2 datang pertolongan Allah dari tempat yang tidak kamu sangka2. Tapi jika kamu ingin menyelesaikan masalah dengan meninggalkan agama, maka awalnya seperti akan enak, tiba2 datang masalah lebih besar tanpa kamu sangka2. Kalau kita sudah bertaqwa Waman yattaqillaha yaj’allahu makhroja, wayarzuqhum min haitsu laa yahtashib.
Inilah seharusnya maksud hidup manusia. Untuk itu kami di sini ingin belajar bagaimana agar bisa menjadi orang bertaqwa. Belajar melaksanakan hidup secara sunnah. Belajar meneruskan kerja Rasulullah, belajar menyayangi ummat. Dari Abdullah bin Amr Bin Ash, Rasulullah Bersabda, “Arrahimuuna yarhamuhumurrahmaan, irhamu man fiil ardhi yarhamkum man fiis samaa'.” (HR Bukhori). Orang yang sayang kepada ummat disayangi oleh Allah.
Dan tidak bisa dikatakan sayang kalau ummat ini berbondong2 ke neraka, tapi kita tidur di rumah. Imam Ghozali menulis dalam kitab Ihya ulumuddin, kalau hari ini kita duduk di rumah sedangkan ummat dalam keadaan tidak kenal agama, maka duduk di rumah bisa dosa. Ini kata Imam Ghozali pada tahun 500 Hijrah, ketika masih banyak wali2 dan orang2 alim.
Ketika Imam Ghozali masuk ke Masjidil Aqsho, dia melihat ada 500 halaqoh ilmu. Maka Imam Ghozali berkata Innalillaahi wa inna ilaihi raji’uun. Habis ilmu. Dulu di sini ada ribuan halaqoh ilmu, sekarang tinggal 500. Sekarang kalau kita ke sana hanya tinggal satu halaqoh, itupun tidak istiqomah.
Bagaimana untuk mengembalikan keadaan seperti itu? Sebagaimana nasehat Imam Malik, ummat ini tidak bisa diperbaiki kecuali dengan cara awal. Dulu ummat ini tidak ada, tidak kenal agama, maka dengan dakwah Rasulullah dan para sahabat menjadi ummat yang mulia, menjadi khoiru ummah. Oleh karena itu, untuk perbaikan ummat hari ini kita mulai dari awal lagi yaitu dengan kerja dakwah seperti yang dicontohkan Nabi dan para sahabat.
Tapi yang perlu dipahami adalah bahwa kerja dakwah ini hakikatnya bukan untuk orang lain, tapi untuk diri kita sendiri. Untuk mendatangkan nushrotullah, mendatangkan pertolongan Allah untuk diri kita sendiri. Jangan sampai ada pikiran dakwah ini untuk orang lain. Dakwah ini perlunya saya, supaya saya termasuk orang yang membela agama, sehingga datang pertolongan Allah dalam kehidupan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar